Serangan Kuntilanak

Kiriman cerita dari Hilman - Sukabumi

Seperti yang kita ketahui bahwa tempat tinggal di desa, kadang sangat berjauhan antara rumah satu dengan rumah yang lainnya, apalagi bila sekelilingnya merupakan kawasan perkebunan. Bisa di bayangkan bila malam hari tiba, sunyi, mencekam dan hanya terdengar suara-suara binatang. Istri dari teman paman saya saat itu sedang mengandung bayi sekitar 8 bulan. Namun suatu hari (5 tahun lalu) kejadian mengerikan harus dialami keluarga tersebut. Dari penuturan paman saya, kira-kira beginilah ceritanya:

Saat itu malam Jumat kliwon. Seperti biasa nya bila wanita mengandung, banyak permintaan yang terkadang tidak tahu waktu. Sebut saja kang Herman dan teh Yanti, sedang berdebat membicarakan makanan yang diinginkan sang istri, padahal untuk menuju perkotaan jaraknya jauh dan jam sudah menunjukan pukul 10.30 WIB. Tentu saja Kang Herman meminta pada istrinya untuk membelinya esok hari. Namun perdebatan pasangan suami istri tersebut mendadak berhenti, karena tiba-tiba saja, mereka di kejutkan oleh suara benda jatuh dan bunyinya bergedebug di depan halaman rumah mereka.

Kang Herman yang memang pemberani ini bergegas membuka pintu depan dan menuju ke teras rumah. "Tidak ada apa-apa bu, padahal suaranya tadi sangat keras ya", tutur kang Herman kepada istrinya, yang saat itu mengintip dibalik kaca. Setelah memeriksa keadaan di sekitar rumah yang memang di kelilingi kebun ini, kang Herman menyalakan dua buah obor dan ditempatkannya di halaman depan teras, dan kembali masuk ke dalam rumahnya.

Setelah beberapa saat, kang Herman membuat kopi sambil bicara dengan istrinya yang merasa aneh dengan suara tadi. Yanti yang merasa ketakutan, berkata pada suaminya, "Tadi saat mengintip dari kaca, seolah ada yang memperhatikan, dari pohon bambu bitung di depan itu kang", katanya. "Ah yang benar bu, sambil bergegas kearah jendela kamar dan kemudian pandangannya menuju ke arah pohon bambu bitung tersebut. Setelah beberapa saat tiba-tiba... kang Herman terkejut karena melihat bayangan hitam berkelebat di pohon, menuju ke pucuk bambu dan jatuh tepat di depan rumahnya. "Bu ari itu naon nya di hareup hideung", Yanti pun bergegas mengintip nya.

Di depan rumah mereka dibawah pohon bitung, benda hitam tersebut samar-samar terlihat seperti seekor angsa hitam, dalam remang cahaya bulan dan cahaya obor.. tiba-tiba angsa itu memudar menjadi asap putih, dan membentuk wujud seorang perempuan, berambut panjang, berbaju putih, dengan mata yang merah menyala, dan lidah bercabang. Memperhatikan dan memandang ke arah pasangan suami istri tersebut. Kang Herman dan istrinya menggigil dan ketakutan, mereka bergumam, "Itu kuntilanak". Karena takut terjadi apa-apa pada istrinya, kang Herman mengumpulkan keberaniannya dan memutuskan untuk keluar dari rumah.

Kang Herman dengan segera membuka seluruh bajunya dan bertelanjang, kemudian mengambil seikat sapu lidi dan sebuah gunting. Sambil berteriak, "Dipodaran siah ku aing, wani ngaganggu", kang Herman membuka pintu dengan gunting di tangan kanannya dan sapu lidi ditangan kirinya. Tiba-Tiba saja sosok perempuan tersebut melesat terbang ke atap rumah dan kembali ke pucuk pohon bambu bitung. Sesaat kemudian kang Herman kembali kearah pintu masuknya, sementara Yanti yang sangat ketakutan berada di balik pintu.

Namun tiba-tiba saja sosok kuntilanak tersebut kembali berdiri di depan rumah menatap tajam, dan menyeringai ke arah Yanti, dan tiba-tiba saja... dia terbang dan melesat. Bayangan putih mengarah ke pintu, namun kang Herman dengan segera menghantamkan gunting dan sapu lidi tersebut dan kemudian terdengar seperti suara benda menghatam pintu dengan sangat keras, dan bayangan tersebut kembali keluar dan mengarah ke pohon bambu bitung dan kemudian menghilang.

Teriakan Herman terdengar oleh seorang tetangganya yang kemudian datang dengan warga. Akhirnya mereka sepakat bergantian setiap malam menjaga keluarga tersebut.

Posting Komentar